Hidup sehat |
Waspadai Penyakit Menular, di saat Perubahan cuaca. Perubahan iklim ternyata berdampak pada potensi ancaman kesehatan bagi masyarakat. Meski tiap wilayah mengalami perubahan iklim yang tidak sama, Direktur Operasional Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Budi S, mengingatkan masyarakat agar tetap menjaga pola hidup sehat dan lingkungan.
Budi mengatakan, misalnya dari rata-rata bulanan curah hujan dan kasus demam berdarah dengue (DBD) Provinsi DKI Jakarta, potensi tertinggi ada di bulan April. Pada bulan ini, catatan BMKG kasus DBD mencapai 4.500 orang dengan curah hujan 200 mm.
Mengutip catataan BMKG, kesesuaian unsur iklim dengan tingkat DBD, potensi DBD muncul saat temperatur mencapai 27 derajat celcius.
"DBD di Jakarta potensinya di April, dengan suhu tersebut. Ini karena suhu tersebut merupakan saat yang tepat bagi nyamuk berkembang," kata Dede Tarmana, Peneliti Operasional Building Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG saat mendampingi Budi, di Kemenkes.
Meski demikian, Dede melihat tingginya kasus DBD di DKI Jakarta karena faktor pola hidup yang kurang sehat. "Ya kan padatnya penduduk bisa sebabkan hal itu," lanjutnya.
Sanitasi BurukSenada dengan Dede, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes, Wilfreid H Purba, mengatakan pola hidup tidak sehat salah satunya yaitu sistem sanitasi yang buruk.
"Kerugian ekonomi akibat buruknya sanitasi diperkirakan sebesar 2,3 persen dari PDB (produk domestik bruto)," kata Wilfreid.
Untuk itu, Kemenkes sudah menggerakkan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang memfokuskan pengelolaan hidup yang sehat.
"Jika sanitasi baik, orang yang sakit tak perlu berobat lagi, sebab penyakit bisa terkendali," ujarnya.
Dalam menghadapi masa perubahan cuaca, terlebih di masa penghujan, ia memperingatkan masyarakat dengan potensi penyakit diare, ISPA, malaria, DBD, dan leptospirosis.
"Waspada penyakit leptospirosis atau kencing tikus. Biasanya ini muncul dari urin tikus di genangan air, terus masuk ke tubuh melalui genangan itu. Virus lalu masuk, ini menyerang ginjal, liver, dan bisa mengakibatkan kematian," katanya.
Mengutip catataan BMKG, kesesuaian unsur iklim dengan tingkat DBD, potensi DBD muncul saat temperatur mencapai 27 derajat celcius.
"DBD di Jakarta potensinya di April, dengan suhu tersebut. Ini karena suhu tersebut merupakan saat yang tepat bagi nyamuk berkembang," kata Dede Tarmana, Peneliti Operasional Building Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG saat mendampingi Budi, di Kemenkes.
Meski demikian, Dede melihat tingginya kasus DBD di DKI Jakarta karena faktor pola hidup yang kurang sehat. "Ya kan padatnya penduduk bisa sebabkan hal itu," lanjutnya.
Sanitasi BurukSenada dengan Dede, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes, Wilfreid H Purba, mengatakan pola hidup tidak sehat salah satunya yaitu sistem sanitasi yang buruk.
"Kerugian ekonomi akibat buruknya sanitasi diperkirakan sebesar 2,3 persen dari PDB (produk domestik bruto)," kata Wilfreid.
Untuk itu, Kemenkes sudah menggerakkan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang memfokuskan pengelolaan hidup yang sehat.
"Jika sanitasi baik, orang yang sakit tak perlu berobat lagi, sebab penyakit bisa terkendali," ujarnya.
Dalam menghadapi masa perubahan cuaca, terlebih di masa penghujan, ia memperingatkan masyarakat dengan potensi penyakit diare, ISPA, malaria, DBD, dan leptospirosis.
"Waspada penyakit leptospirosis atau kencing tikus. Biasanya ini muncul dari urin tikus di genangan air, terus masuk ke tubuh melalui genangan itu. Virus lalu masuk, ini menyerang ginjal, liver, dan bisa mengakibatkan kematian," katanya.
0 komentar:
Post a Comment